“Serba Cokelat jam 12an ya. See you gais!”
Begitu isi pesan terkakhir yang ada di grup WhatsApp dengan nama ‘GAES’. Aku nggak tau sih, kenapa akhirnya nama ‘GAES’ bertahan cukup lama untuk sebuah nama grup pertemanan daring. Awalnya sempat ‘PEJUANG TOGA’ lalu ‘MENUJU HALAL’, mencicipi pahitnya pengangguran kemudian diubah menjadi ‘SOON GLOW UP’, dan lain-lain hingga berlabuh pada kata ‘GAES’. Agaknya, semakin dewasa semakin nggak peduli pada urusan remeh begini.
Anyway, kami janjian di ‘Serba Cokelat’. Biasalah, agenda setahun sekali bisa kumpul full team begini. Biasanya sih berdua, atau bertiga aja dari lima orang anggota grup yang suka ilang-ilangan ini. Sekalinya rame, aku pernah nyaris malas membaca chat diangka ribuan itu.
Tempat janjian kami juga nggak pernah berubah. Selalu ‘Serba Cokelat’. Dari kumpul-kumpul pulang sekolah di hari Sabtu dengan modal selembar sepuluh ribuan sampai sekarang sudah bisa pesan agak lebih bebas.
Aku MELIHAT jam di kamar, sudah pukul setengah sebelas. Harus segera bersiap karena jarak ‘Serba Cokelat’ dari rumah lumayan jauh. Sekitar tiga dua puluh hingga tiga puluh menit naik angkutan umum. Belum lagi harus setrika kerudung karena salah satu moto hidup adalah pantang keluar kalo kerudung kusut!
Sebenarnya aku punya opsi untuk sampai lebih cepat. Yakni naik motor aja dari rumah. Tapi ya gitu, momen pulang kampung nggak lengkap kalau tanpa menikmati perjalanan dengan angkutan umum. Teringat zaman SMP dan SMA dulu, kalau abang angkotnya nyetel lagu enak, duh rasanya males banget turun.
Selesai mandi dan berdandan, aku segera mengambil tas dan berjalan menuju halte kecil di simpang jalan. Kali ini aku menunggu angkutan bewarna biru. Teriknya matahari membuat menu es bagoreng sudah menari-nari di kepala.
Beberapa kali HP-ku bergetar. Ah, barangkali teman-teman yang lain juga pada otewe. Biar kutebak, pasti aku juga yang akan datang pertama di lokasi.
Di perjalanan angkot biru, sopir menyetel lagu pop kekinian. Enak juga. Sambil aku menikmati semilir angin kota Bukittinggi, waktu lima belas menit berjalan cepat. Aku bergegas turun dan membayar untuk berjalan melintasi jalan raya dan berganti angkot merah.
‘Nanti pesan es bagoreng rasa vanilla atau strawberry ya?’ Aku membayangkan wangi dan manisnya vanila serta starwberry yang lumer dan sedikit kecut.
Turun dari angkot merah aku berjalan menuju depan KFC. Tempat kami janji ketemuan setiap tahunnya. Dan benar aja! Aku yang datang pertama kali, padahal sekarang sudah pukul dua belas lewat delapan menit. Mau marah juga aku udah paham bakal dikaretin kok.
Syukur, nggak berapa lama satu per satu dari mereka datang. Rasanya kami tidak pernah beranjak dewasa. Melihat mereka berdatangan dari jauh saja aku sudah senyum-senyum mesem. Barangkali kami-satu sama lain-sudah tak hapal details kisah hidup masing-masing, tapi selalu ada banyak momen yang membuat jarak kembali terasa hangat.
Dari KFC yang terletak di seberang Jam Gadang kami turun menelusuri trotoar di sepanjang jalan Minangkabau. Lokasi ‘Serba Cokelat’ ini di seberang Rocky Hotel, jadi perjalanan menanjak untuk sampai di kawasan Benteng tersebut cukup bikin ngos-ngosan.
“Sibuk jadi wanita karir sampai lupa buat mengasah kelihaian badan.” Salah seorang menyeletuk melihat kami yang ngap-ngapan mendaki.
Melihat plang bertuliskan ‘Serba Cokelat’ dari kejauhan aku ingin bersorak gembira. Rasa hidangannya benar-benar sudah di depan mata.
‘Serba Cokelat’ sebenarnya hanya kedai kue biasa berukuran sedang, nyaris kecil dengan beberapa meja dan bangku yang disusun rapi di bagian depannya. Kalau ingin memesan, kami berdiri di depan etalase yang berisi beragam jenis kue manis seperti brownis cokelat, sus cokelat, pudding cokelat, cheesecake, dan lain-lain. Bikin air liur menetes kalau nggak sabaran. Belum lagi hidangan gurihnya seperti misoa goreng, lumpia isi sayur, dimsum, dan masih banyak lagi. WUAAA! Rasanya ada perasaan senang yang membuncah di dalam dada.
“Kak, es bagorengnya rasa cokelat tiga dan rasa vanilla dua!” Aku berbicara lantang di hadapan etalase kepada kakak penjanganya. Masih sama, kakak yang kami temui dari enam tahun silam.
Dari sekian banyak menu, es bagoreng masih menjadi primadona buat kami. Gimana nggak unik, es bagoreng artinya es yang digoreng. Roti tawar yang berisi es krim cokelat, vanilla, atau strawberry dicetak bulat menyerupai bola kemudian dicelupkan ke dalam putih telur dan digoreng. Hangat di luar dan dingin di dalam. Kaya gebetan zaman sekolah dulu. Diam-diam ramah sebenarnya udah punya pacar di sekolah lain, EH KENAPA AKU JADI CURHAT?!
Meskipun sekarang pesanan kami sudah naik kasta, tapi es bagoreng yang dulunya seharga Rp5000 sekarang setelah bertahun-tahun cuma naik seribu tetap tampak istimewa.
Sejuknya udara pusat kota Bukittinggi makin terasa lengkap. Anggota grup WhatsApp ‘GAES’ berkumpul lengkap. Agenda pertemuan sekali setahun ini harus dirayakan. Lewat ‘Serba Cokelat’ dan sepotong es bagoreng, kami tertawa. Mengolok-ngolok kebodohan zaman SMA dulu dan sesekali menguatkan satu sama lain.
‘GAES’ boleh sepi, tapi es bagoreng tetap harus disantap dalam keadaan hangat di luar dan dingin di dalam. Untuk pertemanan dari zaman putih abu-abu hingga zaman semua harus menjadi glow up.