sumber gambar : Kumparan.com
sumber gambar : Kumparan.com

Yogyakarta seringkali menjadi destinasi wisata favorit dambaan pelancong lokal maupun mancanegara. Bukan hanya karena sebagai kota pelajar, Yogyakarta memiliki berbagai destinasi wisata yang unik, menarik nan astetik. Keindahan destinasi wisata yang ditawarkan Yogyakarta mampu memberikan kesan dan kenangan tersendiri bagi siapa saja yang mengunjunginya.

Tepatnya pada bulan November 2018, saya dan tim memiliki kesempatan untuk mengunjungi kota Yogyakarta dalam rangka mewakili kampus pada ajang PKM PTKIS (Pekan Kreativitas Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta), cabang Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Bak ketiban durian runtuh, mengetahui hal tersebut kebahagiaan yang kami rasakan tidak bisa diutarakan melalui kata-kata. Terlebih, sebagai mahasiswa baru yang setiap hari menghabiskan waktu di kampus biru.

Perjalanan dari Sidoarjo ke Yogyakarta ditempuh menggunakan kereta api yang menghabiskan waktu kurang lebih 7 jam. Walaupun perjalanan antar kota yang cukup jauh terlihat membosankan. Realitanya, kami tidak lepas dari canda dan tawa sepanjang perjalanan. Beberapa jam kemudian, sampailah kami di stasiun Patukan, Yogyakarta. setapak demi setapak langkah kaki mulai berjalan meninggalkan stasiun. Terlihat dari tepi jalan, sebuah taksi online yang telah dipesan siap mengantarkan pada penginapan. Agar tidak jauh dari Universitas Muhammadiyah, kami memilih penginapan yang cukup dekat dengan kampus, yaitu di Hotel Airy Syariah dan berlokasi di Dusun Ngabel, Kecamatan Kasihan.

Jauh jauh ke Yogyakarta, rasanya belum afdol jika tidak mencicipi kuliner khasnya. Akan tetapi, keluar kamar untuk mencari tempat makan juga tidak memungkinkan, mengingat esok harinya kegiatan lomba akan diselenggarakan. Sehingga malam hari menjadi waktu paling pas untuk latihan sembari memperdalam hasil penelitian yang akan dipresentasikan. Baiklah, sepertinya go food bisa diandalkan untuk menyelamatkan perut kami yang mulai kerencongan pada jam makan malam. Adapun untuk menu, dosen yang mendampingi kami kala itu memilih memesan Gudeg yang merupakan makanan khas Yogyakarta. Walaupun tidak mengetahui secara pasti penampakan makanan Gudeg, kami cukup antusias menunggu makanan yang dipesan.

 Kurang dari 30 menit, Gudeg yang dipesanpun datang. Tanpa berfikir panjang, perlahan sebungkus Gudeg dibuka dengan perlahan dan hah ? Saya kaget bukan kepayang. Melihat semua makanana gudeg yang dipesan berwarna merah kecoklatan. Terbiasa menyantap lauk pauk dengan warna yang beraneka ragam, tidak heran menu Gudeg cukup mengagetkan. Terlintas sejenak, bagaimana mungkanan ini bisa dimakan ? Dengan sedikit kaget dan ketakutan, saya kembali menatap dengan seksama menu Gudeg yang terletak diatas tangan. Sembari menegok sejenak kepada teman satu kamar, sepertinya ia menyantap Gudeg dengan lahap tanpa rasa heran.

Untuk kedua kalinya, saya kembali menundukkan pandangan, menatap Gudeg lebih seksama dalam rangka meyakinkan hati bahwa makanan ini bisa dimakan. Setelah diamati lebih jelas, kala itu Gudeg yang dipesan terdiri dari nangka rebus sebagai bahan utama dan dipadukan dengan nasi serta lauk daging ayam kampung, telur, tahu, tempe dan sambal yang super pedas poll. Dari banyaknya lauk Gudeg yang disajikan, semua lauk terlihat merah kecoklatan, kecuali nasi yang tetap setia pada warna alaminya. Bahkan, banyaknya lauk yang disajikan sebagai pelengkap Gudeg, menyebabkan nasi yang terletak didasar makanan sampai tidak terlihat pada permukaan.

Melihat teman sekamar yang sepertinya tidak ada masalah ketika menyantap Gudeg. Sayapun memutuskan untuk menyicipi satu suapan. Dengan perlahan tapi pasti Gudeg mulai mendarat dirongga mulut, gigipun kompak untuk mengunyah dan wow !!, terasa pecah dimulut, Gudeg memberikan sensasi rasa manis yang cukup tajam. Selain itu, Gudeg juga memiliki rasa gurih dan citarasa yang khas. Sehingga, saat memakannya kita tidak akan merasa bosan ataupun kemanisan.

Citarasa khas yang dimiliki Gudeg, tiba-tiba membangunkan rasa penasaran. Tak ayal menggiring saya untuk menelusuri lebih jauh. Berdasarkan hasil penelusuran pada beberapa sumber, rasa gurih dan dominan manis menjadi citarasa khas yang dimiliki Gudeg. Rasa khas dari Gudeg berasal dari proses memasak yang cukup lama yang dapat menghabiskan waktu berjam-jam, serta perpaduan bumbu atau rempah-rempah pilihan. Lamanya proses memasak Gudeg dilakukan agar supaya nangka sebagai bahan utama Gudeg dapat memiliki tekstul yang empuk, sehingga dapat dikonsumsi. Disamping itu, Gudeg dimasak bersamaan dengan daun jati yang menjadikan warna merah kecoklatan.

Walaupun rasa Gudeg yang cukup manis kurang begitu akrab bagi masyarakat Jawa Timuran. Sampai saat ini citarasa khasnya masih terngiang-ngiang dalam ingatan. Apalagi daging ayam kampung dengan bumbu meresap sampai tulang-tulang, mampu memanjakan lidah menikmati Gudeg dengan citarasa yang begitu memuaskan. Entah kapan akan ke Yogyakarta untuk kembali bersua. Namun yang pasti, rasa Gudeg benar-benar makjleb.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here