Awal bulan yang lalu saya berkunjung ke rumah orangtua yang ada di Blora. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar empat hingga lima jam. Di sepanjang perjalanan saya asyik menikmati lagu yang sudah disiapkan suami melalui pemutar musik yang ada di mobil. Mulai dari lagu Indonesia hingga mancanegara.
Sepertinya perjalanan kali ini lebih santai dan nyaman karena awan yang cerah menyertai perjalanan saya. Perjalanan dimulai dari jam empat sore, setelah dua jam berlalu Kami beristirahat melemaskan pinggang yang sudah mulai terasa kaku.
Kami berhenti di salah satu rumah makan yang cukup sederhana namun memang sudah menjadi langganan Kami selama perjalanan mudik. Rumah makan ini khusus menyediakan aneka seafood. Kami bebas memilih, selanjutnya membeli wingko untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
Melanjutkan kembali perjalanan. Akhirnya setelah dua jam barulah sampai di rumah sekitar jam sembilan hingga sepuluh malam. Setelah membersihkan diri barulah siap untuk tidur malam itu.
Hari pertama di Blora, sudah menjadi agenda wajib untuk menyantap serabi pinggir jalan kesukaan saya. Apakah Kalian pernah mampir ke Kota Blora? Kota Blora terletak di Jawa Tengah. Lokasinya cukup sulit dijangkau karena tidak bisa menggunakan akses kereta api. Jika ingin tetap menggunakan kereta api, Kalian harus turun di Cepu barulah berganti armada ke bis atau travel menuju Kota Blora.
Serabi adalah salah satu kuliner khas Blora yang tidak ada di kota lain, penjual Serabi di kota ini sudah mulai menjajakan dagangannya mulai dini hari. Bahkan jam 4 pun sudah ada yang mulai berjualan. Jadi pagi itu saya menyempatkan diri untuk segera bersiap dari jam 5 pagi untuk bergegas membeli serabi.
Benar saja, sesampainya di lokasi penjual serabi sebut saja Mak Marni, banyak pembeli sudah mulai mengantri. Beliau adalah salah satu penjual serabi legendaris yang mengaku bahwa hanya dalam dua jam saja serabinya sudah ludes dijualnya.
“Lah mbak e tumben agak telat datangnya, sudah banyak yang antri ini, jenengan mau nunggu mboten?,” begitu katanya.
“Saya tungguin dong Mak, antrian nomer berapa ini?,” jawab saya sambil ketawa kecil.
Mak Marni berjualan Serabi setiap hari, hampir setiap harinya Beliau mampu menjual lebih dari 50 porsi Serabi. Meski hanya berjualan di kaki lima namun Mak Marni merasa berjualan Serabi sangat menguntungkan terlebih lagi sudah ada banyak orang yang menjadi langganannya dan hampir setiap hari dagangannya tidak pernah bersisa.
Sudah beberapa kali saya kehabisan serabi Mak Marni ini padahal masih jam 6 pagi. Serabi ini biasanya saya makan sambil menunggu masakan matang. Nah, ada dua pilihan Serabi yang bisa Kalian pilih.
Serabi dengan parutan kelapa, atau Serabi dengan kuah santan. Dua-duanya sama lezatnya. Hanya saja Serabi dengan kuah santan lebih segar karena terdapat kuah yang menyegarkan tenggorokan Kalian. Sementara Serabi dengan parutan kelapa lebih gurih tentu saja karena parutan kelapa yang ada di Serabi tersebut.
Lebih enak lagi jika Serabi disantap saat masih hangat, aroma yang khas dari Serabi ditambah dengan parutan kelapa atau kuah santan yang gurih membuat Kalian seperti bernostalgia ke zaman tempoe doeloe saat memasak masih menggunakan tungku. Hangatnya bara tungku sangat terasa jika Kalian duduk di dekatnya, suasana yang dingin di pagi hari tidak akan Kalian rasakan lagi.
Harga untuk satu porsi Serabi sangat terjangkau, murah meriah tidak akan menguras kantong, Rp 1.500 saja. Hanya dengan uang Rp 1.500 Kalian sudah bisa mendapatkan satu porsi Serabi dan satu porsi tersebut berisi sepasang Serabi yang jelas membuat perut Kalian berhenti berkeroncong. Jadi tidak ada alasan untuk Kalian tidak bisa mencicipi kuliner yang satu ini.
Tentu saja saat Kalian berkunjung, kuliner yang satu ini tidak boleh Kalian tinggalkan. Rasakan sendiri sensasi menyantap Serabi Khas Blora di pagi hari. Namun, jangan sesekali mencarinya di atas jam 8 pagi biasanya Serabi sudah banyak yang ludes habis terjual. Kalian bisa mencari Serabi di antara jam 5 hingga 7 pagi karena di jam-jam ini biasanya penjual Serabi banyak di pinggir jalan. Selamat mencicipi.
Tanpa terasa sekarang sudah sampai antrian saya, segera saya keluarkan sejumlah uang langsung membayarkan ke Mak Marni yang masih sibuk mengadon, membalik serabi, membungkus, hingga menjaga api tungku agar tetap menyala.
“Maturnuwun nggih mak,” Kataku.
“Nggih sami-sami mbak,” Jawabnya lembut.
Gigitan pertama serabi ini langsung membuat mata merem melek.
“Nah ini serabi kesukaanku. Rasanya gak pernah berubah dari dulu hingga sekarang. Tetap enak.”