Foto: Instagram (@seblak_jahanam_margonda)
Foto: Instagram (@seblak_jahanam_margonda)

Malam-malam aku dan mas karjo pergi ke taman kota guna melepas penat sekaligus membayar rindu. Aku dan mas karjo sudah lama tidak bertemu lantaran kami berdua berpisah tempat kerja. Aku di Tulungagung, sementara mas karjo di Blitar. Padahal tetangga kota namun kami jarang bertemu akibat kesibukan yang sangat padat.

Malam minggu kebetulan mas karjo dan aku libur sehingga ia mengunjungiku di Tulungagung. Kami janjian di taman kota bernama Taman Aloon-Aloon Tulungagung yang begitu terkenal di kalangan anak muda sampai orang tua di kota ini.

“Mau makan apa dek?” Mas karjo bertanya. Aku sempat bingung menentukan pilihan. Maklum, aku orangnya lemot sekali masalah menentukan makanan. Di taman itu berjejer penjual makanan mulai dari bakso, soto, sate kambing dan ayam, dan, aku terkaget, ternyata ada jajanan asal luar kota bernama seblak.

Zaman aku kuliah di Malang, aku sering menemukan penjual seblak dengan logat khas bandung. Seblak sangat laris manis dikalangan mahasiswa. Semenjak berkerja di kota sendiri, aku jadi tidak pernah makan seblak karena susah menemukan penjualnya. Sebenarnya ada sih, resep masakan seblak kalau mau bikin. Tapi, tau sendiri lah, kalau waktu luangku sedikit sekali.

“Mas, aku mau itu” rajuk ku kepadanya.

“Apa itu? Se.. blak?”

“Seblak mas, makanan khas bandung. Rasanya pedas dan kuahnya aduhai. Mas belum pernah nyoba ya?”

“Belum pernah, selama ini aku lebih sering makan rujak”

Akhirnya kami berdua memesan seblak satu porsi. Bukan karena masku tidak ada uang. Namun sengaja satu porsi saja karena si dia belum tau rasa seblak seperti apa. Takutnya nanti kalau gak habis jadi mubazir, kan. Lagi pula dengan makan sepiring berdua akan lebih romantis.

Setelah 30 menit, seblak selesai dibuat. Kami membayar 7000 rupiah saja. Setelah itu kami berdua membeli es teh di pinggir jalan. Jaga-jaga kalau-kalau seblaknya pedas sekali.

Kami duduk berdua di sebuah gazebo taman. Aku menunggu mas makan dahulu. Aku penasaran dengan ekpresinya mencoba seblak untuk pertama kali.

Pada sendokan pertama ia berkomentar. “Tak kusangka seblak seenak ini dek”. Aku tertawa “emang enak makanya aku ketagihan beli terus waktu kuliah di Malang”

Kami berdua melanjutkan makan sembari ngobrol tipis-tipis tentang banyak hal. Tiba-tiba aku menyadari ada yang aneh dengan raut muka masku. “Mas, kenapa?”

“Seblaknya enak sih, tapi kok lama-lama dimakan makin pedas aja ya”
Aku tersenyum simpul.

“Memang begitu sensasi makan seblak. Rasanya enak tapi memang pedasnya yang bikin makin mantap”

“Kamu masak lupa aku kan nggak suka hal-hal pedas, seperti omongan tetangga”.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here