Lumpia khas semarang sudah sangat terkenal di kalangan pecinta kuliner. Lumpia yang bahan utamanya dari rebung ini paling pas buat nemenin kamu sore hari ini.
Lumpia semarang biasanya disajikan dengan saus khasnya sebagai cocolan ataupun cabe rawit untuk sensasi pedasnya. Selain itu juga dilengkapi dengan acar dan daun bawang khas ala lumpia Semarang.
Salah satu lumpia khas semarang yang terkenal adalah lumpia mataram. Kabar baik buat kamu yang di Jakarta, sekarang kamu enggak perlu jauh-jauh lagi ke Semarang buat cicipin lumpia Mataram ini karena sekarang Lumpia Mataram Khas Semarang ini sudah ada di Jakarta.
Lumpia Mataram ini berisi rebung, telur dan udang yang rasanya sudah melegenda karena dibuat dengan resep warisan keluarga yang sudah ada sejak 1870-an.
Lumpia khas semarang sudah sangat terkenal di kalangan pecinta kuliner. Lumpia yang bahan utamanya dari rebung ini paling pas buat nemenin kamu sore hari ini.
Lumpia semarang biasanya disajikan dengan saus khasnya sebagai cocolan ataupun cabe rawit untuk sensasi pedasnya. Selain itu juga dilengkapi dengan acar dan daun bawang khas ala lumpia Semarang.
Salah satu lumpia khas semarang yang terkenal adalah lumpia mataram. Kabar baik buat kamu yang di Jakarta, sekarang kamu enggak perlu jauh-jauh lagi ke Semarang buat cicipin lumpia Mataram ini karena sekarang Lumpia Mataram Khas Semarang ini sudah ada di Jakarta.
Lumpia Mataram ini berisi rebung, telur dan udang yang rasanya sudah melegenda karena dibuat dengan resep warisan keluarga yang sudah ada sejak 1870-an.
Aktivitas seharian ini bikin capek ?. Kamu perlu makan enak buat benerin mood kamu. Lihat berbagai menu yang pas buat Kamu. Bagikan pengalaman kamu di sini.
Saya sudah beberapa kali melewati rumah makan yang terletak di Jalan Losari, Kelurahan latsari, Kec. Tuban ini. Lokasinya yang tak biasa memanglah membuatnya semakin menonjol diantara deretan rumah penduduk di hadapannya. Sejak pertamakali melewatinya, tempat ini sudah saya tandai di dalam otak saya, ya, suatu hari nanti saya akan mencobanya.
Dan tepat sepekan yang lalu (tanggal 4 November 2021) dengan salah satu teman, saya akhirnya memutuskan untuk bersinggah dan mencoba makanan di tempat ini. Cuaca yang sedikit mendung membuat udara semakin terasa lebih segar, menyembunyikan sinar matahari yang biasanya bersinar terik seperti pada umumnya di siang hari. Begitu memarkirkan sepeda motor, saya dapat melihat hamparan padi hijau mengelilingi rumah makan ini.
Siang sekitar pukul dua, kami berdebat cukup alot di atas motor. Rencana awal, setelah Yaya – begitu panggilan imutnya – berkunjung ke rumahku kami akan pergi minum kopi tatungkuik yang berjarak kurang dari 2 km. Sampai perkara ‘terlalu dekat’ ini membawa kami menuju tempat yang berbeda.
“Eh ini udah mau sampai. Ah deket banget nggak berasa jalan-jalan!” Yaya berteriak kencang. Emang sih, lokasinya terlalu dekat untuk sebuah acara reuni. Bayangkan! Ini pertemuan pertama kami nyaris setelah lima tahun hanya menjadi penikmat Instagram Stories masing-masing.
“Gapapa deh! Kan yang dicari juga sama.” Aku juga ragu sebenanrnya. Tapi ya gimana dong, dari dulu sampai udah seperempat abad ini, orangtua emang strict kalau masalah ke luar rumah ini. Takut diomelin kalau pulangnya kesorean.
Kami sama-sama hening. Aku dengan kekhawatiran dan Yaya dengan kekesalannya. Bisa-bisanya jiwa petualangnya digerus oleh aku si anak susah diajak kemana-mana ini.
“Kamu dari dulu emang nggak berubah ya!” Ia berbisik. “Hahaha, nggak berubah dimananya?” Aku membalasnya dengan tawa sungkan. Jangan ditanya. Sebenarnya karena dari dulu semenjak kami kenal dan berteman, aku emang susah kalau dibawa kemana-mana. Ngeri bo’ ntar diomelin.
Bisa dibilang, kedai kopi atau cafe saat ini sudah menjadi salah satu gaya hidup yang bisa memenuhi kebutuhan tersier, bahkan hampir menjadi kebutuhan primer beberapa orang. Kedai kopi bisa digunakan sebagai tempat bekerja, atau sekedar bersantai. Bahkan penggunaan kedai kopi sebagai co-working space naik persentasenya ketika di masa pandemi saat ini, karena banyak orang akhirnya merasa bosan, jika harus berada di rumah untuk Work From Home.
Hari Jumat di sore hari yang cerah di pertengahan Oktober, saya merasa bosan di rumah setelah seharian bekerja. Saya memutuskan untuk mengunjungi sebuah kedai kopi dekat rumah yang untuk kedua kalinya saya kunjungi. Ada sebuah buku yang ingin saya tamatkan juga. Sedikit lagi. Saya pun merasa ingin menikmati secangkir minuman Mochaccino. Akhirnya saya memutuskan untuk mendatangi sebuah Cafe bernama BeIt Coffee yang hanya berjarak satu kilometer dari rumah saya.
Sebetulnya tujuan awal saya ke Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, hanyalah untuk potong rambut ke salon yang letaknya dekat parkiran mobil. Namun, ketika saya menaiki tangga hendak ke pangkalan taksi melalui lantai LG, tiba-tiba saya menemukan Take Barli, konter camilan baru yang belum pernah saya liat sebelumnya.
Yang membuat saya melirik adalah terdapat sebuah alat berbentuk batangan kayu atau rolling pin yang diselimuti adonan. Seorang staf yang sedang memanggang adonan tiba-tiba menyapa saya, mungkin karena melihat gerak-gerik saya yang jelas-jelas menunjukkan rasa penasaran.
“Makanan apa itu, pak?” tanya saya.
“Kurtos, kak.” jawabnya.
Masih belum paham juga, akhirnya saya menghampirinya untuk bertanya lebih lanjut. Kurtos adalah kue dari Hungaria yang bentuknya seperti potongan pipa yang bolong di bagian tengahnya. Nama aslinya adalah kürtőskalács, di mana kurtos berasal dari kurto berarti cerobong asap dalam bahasa Hungaria. Maka, kurtos dikenal dengan nama chimney cake dalam bahasa Inggris.
Beberapa tahun silam saya sebetulnya pernah liburan ke ibu kota negeri asal kurtos ini, Budapest, dan sempat makan roti di sana. Tapi kok saya tidak pernah dengar tentang kurtos ya, dan lucunya malah nemu di ibu kota negeri sendiri.
“Serba Cokelat jam 12an ya. See you gais!”
Begitu isi pesan terkakhir yang ada di grup WhatsApp dengan nama ‘GAES’. Aku nggak tau sih, kenapa akhirnya nama ‘GAES’ bertahan cukup lama untuk sebuah nama grup pertemanan daring. Awalnya sempat ‘PEJUANG TOGA’ lalu ‘MENUJU HALAL’, mencicipi pahitnya pengangguran kemudian diubah menjadi ‘SOON GLOW UP’, dan lain-lain hingga berlabuh pada kata ‘GAES’. Agaknya, semakin dewasa semakin nggak peduli pada urusan remeh begini.
Anyway, kami janjian di ‘Serba Cokelat’. Biasalah, agenda setahun sekali bisa kumpul full team begini. Biasanya sih berdua, atau bertiga aja dari lima orang anggota grup yang suka ilang-ilangan ini. Sekalinya rame, aku pernah nyaris malas membaca chat diangka ribuan itu.
Ada harga ada rasa, begitu kata sebagian besar orang yang berada di sekeliling saya. Saya sendiri terkadang tak bisa membantah argumen tersebut, karena saya sendiri juga mengetahui bahwa kualitas bahan baku mentah (makanan) memang akan semakin menanjak seiring dengan kualitasnya, seperti contoh: daging, ikan-ikanan, bahkan sayur mayur.
Namun, diambil dari pengalaman pribadi saya sendiri, mahal belum tentu nikmat. Apalagi mengingat saya yang merupakan orang Jawa Timur yang pada umumnya memiliki selera lidah yang rumit. Tumbuh besar dengan makanan-makanan dengan cita rasa komplit: gurih, asin, manis, dang paling utama adalah pedas. Ya, kami orang jawa Timur tidak akan lega jika makanan kami tidak pedas (pada umumnya).
Yeyyy….sudah akhir tahun nih !! yuk mulai susun agenda akhir tahun untuk liburan. Walaupun masih suasana pandemi, rasanya sah-sah saja kita sebagai manusia mendambakan sebuah liburan diakhir tahun. Selain bertujuan untuk memberikan jeda pada berbagai rutinitas, liburan juga dapat meminimalisir rasa stress yang kerap menghantui jiwa-jiwa manusia. Terutama para jomlo yang mulai kesepian dan mungkin termasuk kamu yang membaca artikel ini. Namun tetap ingat, liburan saat pandemi jangan pernah mengabaikan protokol kesehatan. Jika tidak, dapat memicu covid gelombang ketiga meledak.
Berbicara tentang agenda liburan, terlintas sejenak salah satu liburan akhir tahun 2018 silam. Pada tahun tersebut, saya dan tim memiliki kesempatan untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Walaupun perjalanan dari pulau Jawa menuju Kalimantan Selatan ditempuh menggunakan pesawat. nyatanya lamanya perjalanan cukup membuat kami kelelahan. Beruntung, lokasi kegiatan lomba dan penginapan menjadi satu yaitu di Pop Hotel Banjarmasin.
Andam oi andam
Andam oi andam
Andam oi andam oi andam oi
Bukittinggi koto rang agam yo andam oi
Mandaki janjang ampek puluah
…
(Andam oi – Wisye Pranadewi)
Dulu waktu masih tinggal di kos-kosan sederhana bilangan Beji, kota Depok, kami – para anak muda perantau minang – suka sekali mendendangkan beragam lagu daerah ini. Sesekali tertawa atau sahut menyahut lirik, jauh di lubuk hati menyimpan rindu yang teramat sangat. Pada orang-orangnya, alamnya, jalan setapak yang biasa dilalaui, dan tentu saja … makanannya!
Yogyakarta seringkali menjadi destinasi wisata favorit dambaan pelancong lokal maupun mancanegara. Bukan hanya karena sebagai kota pelajar, Yogyakarta memiliki berbagai destinasi wisata yang unik, menarik nan astetik. Keindahan destinasi wisata yang ditawarkan Yogyakarta mampu memberikan kesan dan kenangan tersendiri bagi siapa saja yang mengunjunginya.
Tepatnya pada bulan November 2018, saya dan tim memiliki kesempatan untuk mengunjungi kota Yogyakarta dalam rangka mewakili kampus pada ajang PKM PTKIS (Pekan Kreativitas Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta), cabang Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional yang dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Bak ketiban durian runtuh, mengetahui hal tersebut kebahagiaan yang kami rasakan tidak bisa diutarakan melalui kata-kata. Terlebih, sebagai mahasiswa baru yang setiap hari menghabiskan waktu di kampus biru.